Oleh: Sirajuddin OPINI, Pandemi covid-19 dan berbagai informasi masih berkelindang di benak dan kehidupan kita yang dikemas dalam...
Oleh: Sirajuddin
OPINI, Pandemi
covid-19 dan berbagai informasi masih berkelindang di benak dan
kehidupan kita yang dikemas dalam teori konspirasi yang kadang sengaja
diplintirkan dan membuzzer info hoax di dunia maya yang seakan menjadi
tempat berpijak, kebosananpun mulai menggerogoti keinginan lahiriah
kita untuk beraktifitas seperti sebelumnya, pun kita seakan mulai
terbiasa dengan kebiasaan kebiasaan baru dalam menjalani aktifitas
kehidupan kita.
Fenomena
di balik hari lahirnya pancasila yang yang disusun oleh Dokuritsu Junbi
Cosakai atau BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) tentu sarat dengan perjuangan, menyita waktu dan curah
pikiran, oleh fonding fathers atau bapak bangsa Indonesia sehingga
lahirnya ideologi pancasila sebagai dasar negara, mungkin bisa
menginjeksi spirit gotong royong untuk meningkatkan kualitas
kepribadian, melahirkan kebijakan dan kedisiplinan diri menghadapi
keruwetan informasi yang bersliweran di dunia maya saat ini, dengan
berbagai info provokatif yang yang berpotensi memecah belah masyarakat
dan bangsa.
Dibutuhkan
kreatifitas bagi para pegiat literasi, pejuang pena, dan pustakawan
untuk mengedukasi masyarakat melalui literasi yang mungkin saat ini di
dominasi oleh informasi yang dikemas dalam patform digital.
Spirit yang dibawa oleh sejarah.
Sejarah
kelahiran pancasila yang jatuh pada setiap 1 juni, lahir dari sebuah
konsensus bersama antara golongan kebangsaan dan golongan islam yang
diprakarsai oleh BPUPKI untuk meletakkan ideology pancasila sebagai
dasar negara pancasila di kala itu, Dan sejak tahun 2017, tanggal 1 juni
resmi menjadi hari libur nasional untuk memperingati hari lahirnya
pancasila.
BPUPKI
pada tanggal 22 Juni 1945 membentuk Panitia Sembilan. Yang sempat
direvisi oleh Sukarno atas dasar untuk menyeimbangkan sinergi dalam
sebuah kepanitiaan yang diberi nama panitia sembilan yang mempersatukan
antar dua golongan ini yang masih sarat dengan kepentingan kepentingan
politik namun ada kecenderungan untuk tetap mendirikan sebuah negara
Indonesia merdeka
“Saudara
saudara tetapi memang prinsip kebangsaan ini ada bahayanya bahayanya
yang mungkin orang meruncingkan nasionalisme menjadi chauvanisme
sehingga berfaham Indonesia uberall, inilah bahayanya, kita cinta tanah
air yang satu, merasa berbangsa yang satu, memiliki bahasa yang satu
tetapi, tanah iar kita Indonesia hanya satu bahagian kecil saja daripada
dunia, ingatlah tentang hal ini, kita bukan hanya mendidrikan Negara
Indonesia tetapi, kita harus menuju kekeluargaan bangsa bangsa”. Petikan
pidato Soekarno ini, mungkin mewakili keinginan untuk keluar dari masa
pandemi Covid ini dengan kekuatan nasional, percaya kepada pemerintah
dan bijak menanggapi kerja sama yang dibangun dengan Negara lain.
“Demokrasi
yang mendatangkan kesejahteraan sosial, 5 prinsip kebangsaan Indonesia ,
nasionilisme atau pri kemanusiaan, mufakat atau demokrasi,
kesejahteraan sosial, menyusun kemerdekaan Indonesia bertakwa kepada
tuhan yang maha esa, masing masing orang Indonesia menyembah tuhannya
sendiri. Mari menjlankan agama dengan cara berkeadaban dengan saling
menghormati satu sama lain pidato ini yang disimpulkan lahirnya gotong
royong”. Di masa ini gotong royong yang dibahasakan sinergi bisa menjadi
senjata ampuh bersahabat dengan kondisi saat ini, kondisi yang menekan
ruang gerak aktifitas.
Pidato
ini pada awalnya disampaikan oleh Soekarno secara aklamasi tanpa judul
dan baru mendapat sebutan "Lahirnya Pancasila" oleh mantan Ketua BPUPKI
Dr. Radjiman Wedyodiningrat dalam kata pengantar buku yang berisi pidato
yang kemudian dibukukan oleh BPUPKI.
HLP bagi pustakawan
Dilansir
dari Encyclopaedia Britannica. Burung garuda dan elang merupakan
spesies yang sama. Banyak orang yang mengatakan bahwa garuda adalah
elang. Kata "Garuda" berawal dalam mitologi Hindu, yang merupakan burung
dan kendaraan Dewa Wisnu. Memilih garuda atau burung elang adalah
sebuah filosofi ketangguhan, keuletan yang dimiliki burung pemberani
yang bercakar dan berparuh kokoh ini.
karakter
elang selalu mencari tempat yang lebih tinggi karena semakin tinggi ia
terbang, maka semakin kencang pergerakan angin yang ia dapatkan dia bisa
mengatur kepakan sayapnya dan kadang mengistirahatkan, ini bisa
dimaknai sebagai proses antusiasme untuk mengembangkan diri dalam
kehidupan dan menemukan hal hal baru. Kebiasaan burung elang yang suka
melawan badai ini kita bisa memetik makna bahwa kita seharusnya tidak
goyah dan seharusnya kit bisa berkawan dengan masalah yang dianalogikan
sebagai badai.
Lantas
bagaimana Pustakawan (pengelola perpustakasn) merespon stimulus dari
spirit HLP, yang masih belum lepas dari kesemrawutan informasi dan
berita bohong (hoax) dan upaya layanan di masa pandemi Covid-19 ini?,
kondisi yang mengharuskan kita untuk stay at home atau mungkin
lockdown.
Sejak
berpandeminya virus korona yang menelan banyak korban ini perpustakaan
dan segala layanannya jadi vakum jejeran buku di rak tidak terjamah,
meja layanan yang biasa ramai dengan antrian pemijaman dan pengembalian
buku tidak lagi terlihat, tidak lagi kita jumpai antrian panjang
pemustaka dengan menenteng buku pinjaman perpustkaan, bahkan di
perguruan tinggi kita tidak menemukan lagi kegiatan kajian ilmu yang
biasa dilakukan di perpustakaan di sela jam kosong belajar.
Banyak
hal yang secara konkret hilang saat dimana semua kegiatan berubah dalam
pola virtual ataupun kerja dari rumah WFH. Yang ditetapkan oleh
persiden RI. Joko widodo istana kepresidenan Bogor 15 Maret 2020, dan
hari ini bangsa Indonesia di stimulus oleh "Hari Lahir Pancasila" yang
mungkin bisa menjadi pemantik bagaimana kita menghadapi Tatanan normal
baru (New Normal), dengan kebiasaan yang berbeda dengan hari normal
sebelum pandemi Covid-19.
Layanan
koleksi/buku digital digiatkan, portal-portal aplikasi perpustakaan
bisa diakses dimana saja seperti iPusnas, repositori perpustakaan,
Eresources, sumber pembelajaran Open Education Resourches (OER), sumber
you tube, web dan blog literasi bagi pemustaka dan banyak buku buku
cetak yang dialih mediakan dan disebar secara gratis pada platform
digital.
New
Normal yang akan diberlakukan, selayaknya kita lakoni sebagai new local
wisdom dengan kesadaran pancasila dan sikap gotong royong melawan
Covid-19.
Artikel ini telah tayang di http://pijarnews.com edisi 1 juni 2020 dengan judul "pancasila dan pandemi bagi Pustakawan
Tidak ada komentar